Header Ads

Penjelasan Tentang Jaminan Fidusia


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Di dalam menghadapi era persaingan global, setiap negara dituntut untuk aktif di dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya. Begitu juga dengan Indonesia, yang merupakan salah satu negara berkembang dan terus mengupayakan pembangunan untuk menghadapi era globalisasi. Pada masa sekarang ini, persaingan bisnis berlangsung secara ketat di Indonesia.
Bisnis di negara Indonesia berkembang dengan sangat cepat. Wirausaha semakin banyak bermunculan. Kemudian, semakin banyaknya fasilitator-fasilitator yang menawarkan berbagai fasilitas yang menunjang kemajuan bisnis tersebut. Salah satunya adalah dengan penawaran fasilitas kredit terhadap perusahaan pembiayaan yang mulai marak ada di Indonesia saat ini.
Semakin meningkatnya perkembangan ekonomi saat ini membuat masyarakat (perseorangan) maupun yang telah berbadan hukum berlomba-lomba untuk mengembangkan usahanya dan tidak sedikit pula yang baru akan memulai usahanya tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan dana ataupun modal, seringkali mereka memperolehnya melalui kredit yaitu dari Bank maupun lembaga perkreditan lain. Pemberian kredit ini tentu saja memiliki risiko yaitu yang paling mungkin terjadi adalah terjadinya tunggakan pembayaran oleh debitur yang meminjam, sehingga Bank maupun lembaga lain yang memberikan kredit pasti mengajukan jaminan lain diluar perjanjian kredit atau pinjam meminjam sebagai jaminan acessoir.
Jaminan mempunyai fungsi yang sangat penting dalam kegiatan ekonomi pada umumnya karena dalam pemberian pinjaman modal dari lembaga keuangan (baik bank maupun bukan bank) mensyaratkan adanya suatu jaminan, yang harus dipenuhi para pencari modal kalau ia ingin mendapatkan pinjaman/tambahan modal (berupa kredit) tersebut baik untuk jangka panjang maupun jangka pendek.
Dalam hukum jaminan dikenal dua jenis jaminan yaitu jaminan secara umum dan jaminan secara khusus, sedangkan jaminan secara khusus masih dapat dibedakan lagi menjadi jaminan kebendaan dan jaminan orang penanggungan utang. Jaminan secara umum dan penanggungan utang tidak sepenuhnya memberikan kepastian mengenai pelunasan utang, dikarenakan kreditur tidak mempunyai hak mendahulu sehingga kedudukan kreditur tetap sebagai kreditur konkuren terhadap kreditur-kreditur lainnya. Hanya pada jaminan kebendaan saja kreditur mempunyai hak mendahulu sehingga ia berkedudukan sebagai kreditur privilege yang dapat mengambil pelunasan terlebih dahulu dari barang jaminan tanpa memperhatikan kreditur-kreditur lainnya.
Bagi pihak debitur bentuk jaminan yang baik adalah bentuk jaminan yang tidak akan melumpuhkan kegiatan usahanya sehari-hari, sedangkan bagi kreditur jaminan yang baik adalah jaminan yang dapat memberikan rasa aman dan kepastian hukum bahwa kredit yang diberikan dapat diperoleh kembali tepat pada waktunya. Salah satu lembaga jaminan yang dikenal dalam sistem hukum jaminan di Indonesia adalah lembaga jaminan fidusia. Oleh karena itu, dalam tulisan ini, kami sebagai penulis ingin membahas tentang jaminan fidusia.
B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa yang dimaksud dengan Jaminan Fidusia?
2.      Apa saja sifat dan unsur jaminan fidusia?
3.      Siapa saja objek dan subjek dalam jaminan fidusia?
4.      Bagaimana tanggung jawab, hak dan larangan pemberi ataupun penerima pada jaminan fidusia?

C.    TUJUAN

1.      Menjelaskan apa yang dimaksud dengan jaminan fidusia.
2.      Menyebutkan apa saja sifat dan unsur jaminan fidusia.
3.      Menyebutkan siapa saja objek dan subjek dalam jaminan fidusia.
4.      Menjelaskan bagaimana tanggung jawab, hak dan larangan pemberi ataupun penerima pada jaminan fidusi.
D.    MANFAAT
Makalah ini diharapkan memberikan manfaat yang diantaranya:
1.      Dapat memberi sumbangan bagi ilmu pengetahuan khususnya bidang jaminan fidusia.
2.      Dapat memberi atau menambah perbendaharaan pustaka terutama bidang jaminan fidusia.
3.      Dapat menambah pengetahuan peneliti dan pembaca lainnya tentang jaminan fidusia.















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Jaminan Fidusia
Sebelum dibahas lebih jauh tentang pengertian Jaminan Fidusia hendaknya kita memahami pengertian jaminan. Sebenarnya dalam literatur hukum tidak dikenal istilah hukum jaminan, sebab kata recht dalam rangkaiannya sebagai zakerheidsrechten berarti ”hak”, sehingga zakerheidsrechten berarti hak-hak jaminan. Dengan demikian kalau mau merumuskan hukum jaminan, maka dapat dikatakan sebagai ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur tentang jaminan pada umumnya, maksudnya jaminan tagihan kreditur atas hutang debitur.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, ketentuan umum tentang jaminan diletakkan dalam Pasal 1131 sampai dengan Pasal 1138. Dalam Pasal-Pasal tersebut diatur prinsip tanggung jawab seorang debitur terhadap hutang-hutangnya dan juga kedudukan semua kreditur atas tagihan yang dipunyai olehnya terhadap debiturnya. Dalam Pasal 2 ayat (1) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 23/69/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991 tentang Jaminan Pemberian Kredit, bahwa yang dimaksud dengan jaminan adalah suatu keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan.
Sutarno menyatakan, jaminan adalah segala sesuatu yang mempunyai nilai mudah untuk diuangkan yang diikat dengan janji sebagai jaminan untuk pembayaran dari utang debitur berdasarkan perjanjian kredit yang dibuat oleh kreditur dan debitur. Selanjutnya Pasal 1 ayat (23) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan juga menyebutkan agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa jaminan sebagai sarana perlindungan bagi keamanan kreditur yaitu memberikan kepastian akan pelunasan utang debitur sesuai dengan perjanjian kredit. Jaminan dapat menutupi segala resiko terhadap kemungkinan macetnya suatu kredit baik yang ada unsur kesengajaan atau tidak.Oleh karena itu, selain benda yang menjadi objek jaminan kredit diikat dengan asuransi tertentu, penilaian jaminan kredit haruslah teliti jangan sampai terjadi sengketa, palsu, dan sebagainya.
Fidusia menurut asal katanya berasal dari kata "Fides", yang berarti kepercayaan, Sesuai dengan arti kata ini maka hubungan (hukum) antara debitor (pemberi kuasa) dan kreditor (penerima kuasa) merupakan hubungan hukum yang berdasarkan kepercayaan. Istilah fidusia sudah lama dikenal dalam bahasa Indonesia dan merupakan istilah resmi dalam dunia hukum di Indonesia. Undang-Undang Fidusia Nomor 42 Tahun 1999 juga menggunakan istilah ”fidusia”. Namun terkadang, untuk fidusia ini juga dikenal dengan istilah ”Penyerahan Hak Milik Secara Kepercayaan”. Dalam terminologi Belandanya sering disebut dengan Fiduciare Eigendom Overdracht, sedangkan dalam bahasa Inggrisnya sering disebut dengan istilah Fiduciary Transfer of Ownership.
Berkaitan dengan Fidusia dan Jaminan Fidusia, dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia memberikan pengertian mengenai masing-masing tersebut:
a.       Pasal 1 butir 1: Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.
b.      Pasal 1 butir 2: Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditur lainnya.
Perjanjian Jaminan Fidusia ini termasuk dalam perjanjian formil, karena berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 bahwa pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan Akta Notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan Akta Jaminan Fidusia. Bahkan akta tersebut wajib didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (1) dan kemudian baru dikeluarkanlah Sertifikat Jaminan Fidusia.
Perjanjian pemberian jaminan fidusia sama seperti perjanjian penjaminan lain, yang merupakan perjanjian yang bersifat accesoir, sebagaimana ditegaskan pada Pasal 4 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999, berbunyi: Jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi. Perjanjian Accesoir mempunyai ciri-ciri: tidak bisa berdiri sendiri, ada/lahirnya, berpindahnya dan berakhirnya bergantung dari perjanjian pokoknya.

B.     Sifat dan Unsur Jaminan Fidusia

Adapun yang menjadi sifat dari jaminan fidusia antara lain:
1.      Jaminan Fidusia memiliki sifat accessoir.
2.      Jaminan Fidusia memberikan Hak Preferent (hak untuk didahulukan).
3.      Jaminan Fidusia memiliki sifat droit de suite. 
4.      Jaminan Fidusia untuk menjamin utang yang sudah ada atau yang akan ada.
5.      Jaminan Fidusia memiliki kekuatan eksekutorial. 
6.      Jaminan Fidusia mempunya sifat spesialitas dan publisitas. 
Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.

Dari perumusan diatas, dapat diketahui unsur-unsur fidusia itu, yaitu :
a.          Pengalihan hak kepemilikan suatu benda
b.          Dilakukan atas dasar kepercayaan
c.          Kebendaannya tetap dalam penguasaan pemilik benda

Dengan demikian, artinya bahwa dalam fidusia telah terjadi penyerahan dan pemindahan dalam kepemilikan atas suatu benda yang dilakukan atas dasar  fiduciair dengan syarat bahwa benda yang hak kepemilikannya tersebut diserahkan atau dipindahkan kepada penerima fidusia tetap dalam penguasaan pemilik benda (pemberi fidusia). Dalam hal ini yang diserahkan dan dipindahkan itu dari pemiliknya kepada kreditor(penerima fidusia) adalah hak kepemilikan atas suatu benda yang dijadikan sebagai jaminan, sehingga hak  kepemilikan secara yuridis atas benda yang dijaminkan beralih kepada kreditor (penerima fidusia). Sementara itu hak kepemilikan secara ekonomis atas benda yang dijaminkan tersebut tetap berada di tangan atau dalam penguasaan pemiliknya, Dengan adanya penyerahan “hak kepemilikan” atas kebendaan jaminan fidusia ini, tidak berarti kreditor penerima fidusia akan betul-betul menjadi pemilik kebendaan yang dijaminkan dengan fidusia tersebut. Dalam kedudukan sebagai kreditor (penerima fidusia), dia mempunyai hak untuk menjual kebendaan fidusia yang dijaminkan kepadanya “seolah-olah” dia menjadi atau sebagai pemilik dari kebendaan jaminan fidusia dimaksud, bila debitor(pemberi fidusia) wanprestasi. Dengan kata lain, selama debitor (pemberi fidusia)belum melunasi utangnya,selama itu pula kreditor(penerima fidusia) mempunyai hak untuk menjual kebendaan fidusia yang dijaminkan kepadanya. Ini berarti bila utang debitor(pemberi fidusia) lunas, maka kebendaan fidusia yang dijaminkan kepadanya tersebut akan diserahkan kembali kepadanya oleh kreditor (penerima fidusia)
.
C.      Objek dan Sobjek dalam jaminan fidusia
Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia,yang menjadi objek jaminan fidusia adalah benda bergerak yang terdiri dari benda dalam persediaan, benda dalam dagangan,piutang, peralatan mesin dan kendaraan bermotor. (Salim,2004:62)
Namun dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999, yang dapat menjadi objek jaminan fidusia diatur dalam Pasal 1 ayat (4), Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999, benda-benda yang menjadi objek jaminan fidusia adalah: (Fuady,2005:23)
1.         Benda yang dapat dimiliki dan dialihkan secara hukum.
2.         Dapat berupa benda berwujud.
3.         Benda berwujud termasuk piutang.
4.         Benda bergerak.
5.        Benda tidak bergerak yang tidak dapat diikat dengan Hak Tanggungan ataupun hipotek.
6.         Baik benda yang ada ataupun akan diperoleh kemudian.
7.         Dapat atas satu satuan jens benda.
8.         Dapat juga atas lebih dari satu satuan jenis benda.
9.         Termasuk hasil dari benda yang menjadi objek jaminan fidusia.
10.     Benda persediaan
Yang dimaksud dengan bangunan yang tidak dapat dibebani dengan Hak Tanggungan disini dalam kaitannya dengan rumah susun sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun.
Yang dapat menjadi pemberi fidusia adalah orang perorang atau korporasi pemilik benda yang menjadi objek jaminan fidusia, sedangkan penerima fidusia adalah orang atau perorangan yang mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin dengan jaminan fidusia.
D.    tanggung jawab, hak dan larangan pemberi ataupun penerima pada jaminan fidusia.
1.       Tanggung Jawab Jaminan Fidusia baik bagi Pemberi ataupun Penerima
a.       Penerima Fidusia
1.      Wajib mendaftarkan jaminan fidusia kepada Kantor Pendaftaran Fidusia;
2.      wajib mengajukan permohonan pendaftaran atas perubahan dalam Sertifikat Jaminan Fidusia kepada Kantor Pendaftaran Fidusia.
3.      Wajib mengembalikan kepada pemberi fidusia dalam hasil eksekusi melebihi nilai penjaminan;
4.      Wajib memberitahukan kepada kantor pendaftaran fidusia mengenai hapusnya jaminan fidusia;
Pengecualian:
Penerima fidusia tidak menanggung kewajiban atas akibat tindakan atau kelalaian pemberi fidusia baik yang timbul dari hubungan kontraktual atau yang timbul dari perbuatan melanggar hukum sehubungan dengan penggunaan dan pengalihan benda yang menjadi objek jaminan fidusia.
b.      Pemberi Fidusia:
1.      dalam hal pengalihan benda yang menjadi obyek jaminan fidusia, wajib menggantinya dengan obyek yang setara;
2.      wajib menyerahkan benda yang menjadi obyek jaminan fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi;
3.      tetap bertanggung jawab atas utang yang belum terbayarkan.

2.       Hak dan Larangan Jaminan Fidusia
a.       Hak Jaminan Fidusia
1.       Penerima Fidusia mempunyai hak:
a)      Kepemilikan atas benda yang dijadikan obyek fidusia, namun secara fisik benda tersebut tidak di bawah penguasaannya.
b)      Dalam hal debitur wanprestasi, untuk menjual benda yang menjadi obyek jaminan fidusia atas kekuasaannya sendiri (parate eksekusi), karena dalam Sertifikat Jaminan Fidusia terdapat adanya titel eksekutorial, sehingga mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
c)      Yang didahulukan terhadap kreditur lainnya untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi obyek jaminan fidusia;
d)     Memperoleh penggantian benda yang setara yang menjadi obyek jaminan dalam hal pengalihan jaminan fidusia oleh debitur;
e)      Memperoleh hak terhadap benda yang menjadi obyek jaminan fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi;
f)       Tetap berhak atas utang yang belum dibayarkan oleh debitur.
b.      Pemberi Fidusia mempunyai hak:
1.      tetap menguasai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia;
2.      dapat menggunakan, menggabungkan, mencampur atau mengalihkan benda atau hasil dari benda yang menjadi obyek jaminan fidusia, atau melakukan penagihan atau melakukan kompromi atas utang apabila Penerima Fidusia menyetujui.
c.       Larangan Jaminan Fidusia
a.       Pemberi Fidusia dilarang melakukan fidusia ulang terhadap benda yang menjadi obyek jaminan fidusia yang sudah terdaftar.
b.      Pemberi Fidusia dilarang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan kepada pihak lain benda yang menjadi obyek jaminan fidusia yang tidak merupakan benda persediaan, kecuali dengan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Penerima Fidusia.


BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN

Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditur lainnya.
Adapun yang menjadi sifat dari jaminan fidusia antara lain: Jaminan Fidusia memiliki sifat accessoir, Jaminan Fidusia memberikan Hak Preferent (hak untuk didahulukan), Jaminan Fidusia memiliki sifat droit de suite, Jaminan Fidusia untuk menjamin utang yang sudah ada atau yang akan ada, Jaminan Fidusia memiliki kekuatan eksekutorial dan Jaminan Fidusia mempunya sifat spesialitas dan publisitas. Sedangkan unsur-unsurnya yaitu: Pengalihan hak kepemilikan suatu benda, Dilakukan atas dasar kepercayaan dan Kebendaannya tetap dalam penguasaan pemilik benda.
Subjek dalam jaminan fidusia adalah pihak-pihak yang terkait dalam hubungan hukum pembiayaan konsumen, yaitu perusahaan pembiayaan konsumen (kreditur), konsumen (debitur) dan penyedia barang (pemasok, supplier). Sedangkan objek jaminan fidusia sesuai dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999, yang dapat menjadi objek jaminan fidusia diatur dalam Pasal 1 ayat (4), Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999, benda-benda yang menjadi objek jaminan fidusia adalah: Benda yang dapat dimiliki dan dialihkan secara hokum, Dapat berupa benda berwujud, Benda berwujud termasuk piutang, Benda bergerak, Benda tidak bergerak yang tidak dapat diikat dengan Hak Tanggungan ataupun hipotek, Baik benda yang ada ataupun akan diperoleh kemudian, Dapat atas satu satuan jens benda, Dapat juga atas lebih dari satu satuan jenis benda, Termasuk hasil dari benda yang menjadi objek jaminan fidusia dan Benda persediaan.
B.     SARAN
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas. Kritik dan saran sangat kami harapkan baik dari isi maupun teknik penulisan pada makalah ini sehingga kedepannya kami dapat menyajikan makalah dengan lebih baik lagi.














DAFTAR PUSTAKA

Azhar, Fardani, 2016. Pelaksanaan Penghapusan (Roya) Jaminan Fidusia Setelah Pemberlakuan Sistem Fidusia Online Di Kota Semarang. Skripsi pada FH Universitas Negeri Semarang, (Online), (lib.unnes.ac.id/.../Fardani_Azhar_=3A8111411002_=3A=3A.defau... diakses 01 November 2016)
Mahkamah Agung RI, 2008. Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata Khusus, Buku II, Edisi 2007, Jakarta, 2008, hlm. 431-433.
Panggabean, Adam, 2011. Eksekusi Objek Jaminan Fidusia. (Online), (https://gabenta.files.wordpress.com/2011/06/jaminan-fidusia.pdf diakses 01 November 2016)
Paparang, Fatma, 2014. Implementasi Jaminan Fidusia Dalam Pemberian Kredit Di Indonesia. Jurnal LPPM Bidang EkoSosBudKum, (Online), Vol 1, No 2, (ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lppmekososbudkum/article/.../6724 Diakses 01 November 2016 )
Tjoeinata, Anita Theresia, 2014. Perlindungan Hukum Bagi Debitur Terhadap Eksekusi Objek Jaminan Fidusia Tanpa Sertifikat Jaminan Fidusia Oleh Perusahaan Leasing. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya (Online), Vol 03, No 01, (http://id.portalgaruda.org/?ref=browse&mod=viewjournal&journal=5455&issue=%20Vol%203,%20No%201%20(2014):%20CALYPTRA%20:%20Jurnal%20Ilmiah%20Mahasiswa%20Universitas%20Surabaya diakses 01 November 2016)
Winarno, Jatmiko, 2013. Perlindungan Hukum Bagi Kreditur Pada Perjanjian Jaminan Fidusia. Jurnal Universitas Islam Lamongan, (Online), Jurnal Independen Fakultas Hukum, (ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexprivatum/article/.../1699/1341 Diakses 01 November 2016)

Ylst, Margarieta Christina Van, 2012. Akibat Hukum Bagi Para Pihak Dengan Adanya Fidusia Yang Tidak Didaftarkan Dalam Perjanjian Pembiayaan Kendaraan Bermotor (Suatu Tinjauan Yuridis Atas Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. Skripsi pada FH Universitas Kristen Maranatha, (Online), (http://repository.maranatha.edu/5917/3/0987003_Chapter1.pdf Diakses 01 November 2016)

No comments